![]() |
Hendry CH Bangun, Ketua PWI Pusat |
Ketika mBah Coco, Pemred Facebook Indonesia Bersabda
Dalam melakoni hidup guyub berbangsa, terkatub dalam Undang-undang Dasar 1945, berbilang, bahwa ada empat pilar demokrasi, selain Pers, adalah Legislatif, Eksekutif dan Judikatif. Dari empat pilar tersebut, versi mBah Coco, semuanya pernah diobok-obok, dalam jejak sejarahnya.
Masih ingat, saat Legislatif dibilang Gus Dur, sebagai lembaga Taman Kanak-kanak?. Masih ingat lembaga Eksekutif, ketika Soeharto dilengserkan sebagai Presiden Ri ke-2? Masih ingat lembaga Judikatif, ketika gedung Bundar di kawasan Blom M, dibombardir lembaga Polri?
Karena, jejak mBah Coco, adalah jurnalis abal-abal, mendingan yang dibahas, dibedah dan diobok-obok, sekaligus dipreteli, ya dunia kewartawanan. Profesi wartawan itu, profesi yang selalu membahagiakan semua umat manusia, di muka bumi. Sumpeh…!
Konon, alkisah dalam beberapa minggu terakhir ini, dunia wadah organisasi wartawan, yang bernama Persatuan Wartawan Indonesia – PWI, sedang disatroni oleh anggotanya sendiri.
Ada yang menuntut gerbong Hendry Ch Bangun, sebagai orang nomor satu di PWI Pusat, segera legowo untuk mundur. Bahkan, Jumat kemarin (19 Juli 2024), wartawan se-Jawa Barat turun ke jalan, berdemo minta Hendry Ch Bangun, segera mundur, setelah ada surat dari Dewan Kehormatan – DK PWI Pusat.
Dari versi mBah Coco, sepertinya demo-demo dan protes-protes yang dilakukan PWI-PWI daerah. Rasa-saranya, kok “ada udang di balik batu”, alias udang ndelig. Hehehehe !
Dari CCTV mBah Coco, yang difasilitasi Elon Musk lewat jaringan Starlink, ada “bau busuk” menyengat, sekaligus “makjegagik” untuk lengserkan Hendry Ch Bangun, lewat Kongres Luar Biasa (KLB) PWI.
Seolah-olah, sudah mirip organisasi abal-abal. Padahal, jejaknya, PWI adalah salah satu pilar demokrasi republik “mbelgedes”. Tapi, dibuat seperti organisasi “preman”.
Berawal. Saling serang melalui surat keputusan di pengurus pusat membuat PWI, memanas lagi. Di episode kedua ini, versi mBah Coco, muncul keputusan yang mengejutkan dari Dewan Kehormatan PWI, untuk memberhentikan Hendry Ch Bangun, dari keanggotaan PWI. Otomatis Hendry Ch Bangun, yang terpilih dalam Kongres PWI ke-25, di Bandung, 25 September 2023 sebagai Ketua Umum PWI juga harus lengser.
Surat Keputusan DK PWI yang ditandatangani Ketuanya,,Sasongko Tedjo bernomor: 50/VII/DK/PWI-P/SK-SR/2024, juga memutuskan, menugaskan kepada Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat Zulmansyah Sekedang, segera mengadakan Rapat Pleno Pengurus Pusat, agar menunjuk Pelaksana Tugas, yang akan menyiapkan Kongres Luar Biasa (KLB) guna menentukan Ketua PWI yang baru.
Putusan pemberhentian ketua umum PWI, mencuat dengan alasan, karena Hendry Ch Bangun, dianggap menyalahgunakan jabatannya, merombak susunan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat PWI secara sewenang-wenang. Pasalnya, Hendry Ch Bangun, mendepak Nurcholis, dari sekretaris DK. Hal ini berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat PWI Nomor 218-PLP/PP-PWI/2024 tanggal 27 Juni 2024.
Dalam susunan Dewan Kehormatan PWI periode 2023-2028, telah berubah. Dimana Ketua Dewan Kehormatan tetap milik Sasongko Tedjo (dipilih lewat Kongres), sedangkan anggotanya, Mahmud Matangara sebagai Wakil Ketua dan Tatang Suherman sebagai Sekretaris. Sementara anggota lainnya, Diapari Sibatangkayu, Akhmad Munir, Fathurrahman, M. Noeh Hatumena, Hendro Basuki, dan Berman Nainggolan.
Episode kedua ini, menjadi lanjutan episode pertama, yang menggegerkan di dunia wartawan dan pubik, lewat skenario “BUMN Gate”. Saat itu, organisasi wartawan tertua itu, diterpa dugaan penyalahgunaan dana sponsorship dari Forum Humas BUMN, untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI sebesar Rp 6 Miiar. Dari nilai sebesar Rp 6 Miliar itu, telah digelontorkan sebesar Rp 1,3 Miliar, 27 Desember 2023, setelahnya Rp 500 Juta, di tanggal 29 Desember 2023.
Kemudian, 12 Februari 2024, mengalirkan uang sebesar Rp 1,8 miliar dan 18 Maret 2024 memberikan dana sebesar Rp 1 miliar ke Pengurus Pusat PWI. Totalnya, dana yang sudah disetorkan BUMN, sebesar Rp 4,6 miliar. Dari jumlah itu, Rp 1,5 miliar telah digunakan untuk UKW di 10 propinsi.
Namun, dari uang masuk ke PWI, 27 Desember 2023, 29 Desember 2023, dan 12 Februari 2024, dengan total Rp 3,6 miliar, ada dua kali uang yang keluar dari rekening PWI, untuk cash back, dengan total Rp 1,080.000.000 (satu miliar delapan puluh juta rupiah).
Versi mBah Coco, disamping ada kejanggalan dana cash back, ada juga success fee, yang disebut sebagai “insentif UKW BUMN” yang ditransfer ke Syarif Hidayatullah, senilai 691,2 juta. Sehingga total dana keluar dari rekening PWI, sebesar Rp 1.771.200.000 (satu miliar tujuh ratus tujuh puluh satu juta dua ratus ribu rupiah).
Oleh sebab itu, penyelewengan dana keluar itulah yang harus dipertanggungjawabkan oleh Pengurus Pusat PWI yang dipimpin Hendry Ch Bangun, Caranya, mendesak pengurus yang terlibat diberhentikan.
Namun, akhirnya persoalan cerita “BUMN Gate” ini berakhir, 27 Juni 2024. Karena sesuai aturan main organisasi, maka wajib diselesaikan secara internal, setelah adanya pengunduran diri pengurus PWI Pusat yakni Sekjen PWI Pusat Sayyid Iskandar, Direktur UMKM PWI Pusat Syarif Hidayat, dan Mohammad Ihsan selaku Wakil Bendahara Umum.
Kesepakatan antara Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun, bersama Ketua Dewan Kehormatan PWI, Sasongko Tedjo, terjadi di forum Rapat Pleno PWI Pusat di kantor PWI, Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih Jakarta.
Sementara dana miliaran rupiah pun, telah dikembalikan sebagian, sambil kabarnya dicicil. Sisanya dalam proses pengembalian kepada kas organisasi. Kasus ini, dikatakan hanya merupakan kesalahan administrasi saja.
Sampai di sini, mBah Coco, merasa bahagia. Pasalnya, semua pengurus, PWI dan DK, terkesan sama-sama legowo, dan fairplay. Masalah organisasi wajib diselesaikan oleh manusi-manusia yang ada di organisasi. Nggak perlu ke ranah hukum. Apalagi, saat ini, sudah jadi “benang kusut”.
Intinya, dari beberapa artikel mBah Coco, sebagai Pemimpin Redaksi Facebook Indonesia, “biang kerok”-nya organisasi PWI, sampai menghilangkan legitimasinya sebagai lembaga yang bermartabat. Akibat, ulah para wartawannya sendiri, yang doyan dan hobi duduk di organisasi, tapi ngentit duwit organisasi.
Yaitu, melegalkan Sayid Iskandarsyah, yang dari berbagai sumber mBah Coco, menilai dan menyatakan, bahwa Sayid sejak awal, tidak pernah menjadi wartawan. Dan, ujug-ujug mampu “membius” para wartawan “bangkotan” ibukota, meloloskan Sayid sebagai Ketua PWI Jakarta, 2019 – 2023.
Bahkan, dalam Kongres PWI Pusat 2023, di Bandung, lagi-lagi dari CCTV mBah Coco, ada sekitar 20 pemilik suara yang mencoba “bargaining” dengan Hendry Ch Bangun, agar jika suara 20 pemilik suara dialihkan untuk HCB (kode tulisan Hendry Ch Bangun, di Harian Kompas, saat jadi wartawan) bukan ke Atal S Depari, maka wajib memilih Sayid Iskandarsyah, sebagai Sekretaris jenderal (Sekjen) PWI Pusat, sebagai “barter.”.
Indikasi dan cara-cara yang terkesan kotor ini, versi mBah Coco, Sayid Iskandarsyah, yang tidak memiliki latar belakang sebagai wartawan. Sudah mampu “ngacak-ngacak” organisasi wartawan. Ini sangat memalukan, dan menjijikan.
Makanya, mBah Coco getol dan ngotot, agar segera saatnya Sayid Iskandarsyah segera jauh-jauh dari dunia wartawan, dan PWI Pusat cabut kartu anggotanya. Terbukti Hendry Ch Bangun dan kawan-kawan, mencopot Sayid Iskandarsyah.
WAJIB DIPERTAHANKAN SAMPAI 2028
Pabila, episode pertama “Kemelut PWI” dapat diselesaikan dengan baik, oleh pemangku kebijakan – stakeholder pusat, semestinya episode kedua, juga bisa selesai dengan ‘Happy Ending”.
Caranya, versi mBah Coco, wajib mempertahankan Hendry Ch Bangun, tetap menjadi Ketua Umum PWI Pusat, hingga menyelesaikan masa baktinya, dan mempertanggungjawabkan hingga Kongres PWI ke-26, tahun 2028.
Tujuan utamanya, hingga hingar-bingar nggak karuan, diawali dapat dana BUMN, karena PWI tak memiliki anggaran menggelar, dan melanjutkan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) secara gratis ke 38 propinsi se Indonesia.
Pasalnya, saat pergantian dari Atas S Depari ke Hendry Ch Bangun, kantong kas PWI Pusat kosong blong. Entah, benar-benar defisit, atau rahib dimakan “hantu blau” pengurus lama?
Bagaimanapun juga, versi mBah Coco, sebagai dasar peningkatan kualitas dari wartawan di daerah. Sehingga, kalau ada puluhan atau ratusan ribu wartawan yang sudah diuji dan lulus kompetensi, maka wartawan Indonesia, diharapkan semakin berkualitas, dan sebagai ujung tombak, menjaga marwah dan martabat wartawan.
Makanya, keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat bernomor: 50/VII/DK/PWI-P/SK-SR/2024, wajib harus ditinjau kembali. Lantaran klausul pelaksanaan Kongres Luar Biasa di PWI, tidak semudah membalikkan tangan. Walaupun, sudah ancang-ancang menggunakan “money politic.”
Pada Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI, disebutkan dalam pasal 28 ayat 1, bahwa Kongres Luar Biasa, bisa digelar dan diadakan, jika diminta oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) jumlah propinsi. Alasannya, jika Ketua Umum PWI Pusat, menjadi terdakwa kasus yang merendahkan harkat dan martabat profesi wartawan. Padahal versi mBah Coco, sampai saat ini, Hendry Ch Bangun, tidak berstatus sebagai terdakwa dalam perkara pidana.
Karena satu-satunya jalan, jika ingin melengserkan Hendry Ch Bangun, maka poin-poin di yang terkatub bunyinya, bahwa ada kata-kata Ketua Umum PWI Pusat, menjadi terdakwa kasus yang merendahkan harkat dan martabat profesi wartawan, harus segera dihapus dulu dari PRT PWI.
Itu pun, harus dilakukan dan diputuskan dalam Kongres PWI. Dan, ingat, bukan pada saat Kongres Luar Biasa (KLB) PWI nantinya.
Sementara, dalam kausul “diminta oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah propinsi” juga sangat sulit, gara-garanya, Hendry Ch Bangun, menurut mBah Coco, “tidak menjadi musuh bersama” bagi ketua-ketua PWI Propinsi.
Dari CCTV mBah Coco, gara-gara dibantu Elon Musk lewat Starling, terlihat dengan jelas, ternyata masih banyak ketua-ketua di daerah, yang loyal kepada Hendry Ch Bangun, bukan karena “mondey politic,”sejak saat memilih HCB di Kongres PWI di Bandung.
“Makjegagik – ujug-ujug”, kecuali, ada serangan fajar “fulus”, jika sudah berbudaya dan mewabah, mendominasi, dan minimal mempengaruhi 26 propinsi di Indonesia.
Sampai tulisan ini beredar di laman akun Cocomeo Cacamarica, konon, sudah ada kasuk-kusuk untuk menjaring pemilik suara, dari musuh-musuhnya Hendry Ch Bangun, dan menginginkan ada KLB, dengan “money politic” agar bisa segera mengumpulkan 2/3 pemilik suara, dari 29 (38 provinsi), plus satu suara dari PWI Pusat.
Bahkan, sudah ada sliweran dari CCTV mBah Coco, bahwa Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Sasongko Tedjo adalah “boneka”-nya si anu, dengan tujuan yang punya ambisi lengserkan Hendry Ch Bangun, untuk segera menggelar KLB.
Pengalaman mBah Coco, di lapangan saat menjadi peliput olahraga, HCB bukan jurnalis abal-abal seperti mBah Coco. HCB terbiasa mengikuti aturan baku, sebagai wartawan Kompas. Begitu pula Jimmy S. Haryanto, atau Irving Noor (almarhum), adalah jurnalis berkarakter dan bermartabat, yang pernah sama-sama sebagai peliput di lapangan olahraga.
Oleh sebab itu, jika ingin menggelar KLB PWI, kok rasa-rasanya, sangat membutuhkan dana besar. Saat Kongres di Bandung 2023, anggaran menggelar kongres, berkisar Rp 6 sampai 7 miliar.
Padahal, sampai hari ini, PWI Pusat, tidak memiliki dana untuk mengadakan KLB. Kecuali, sekali lagi, versi mBah Coco, ujug-ujug ada “siluman” menggelontorkan dana, misalkan sebagai sponsor, dari pihak ketiga. Jika itu terjadi, biasanya, akan lahir penyimpangan-penyimpangan lagi, saat PWI Pusat, nantinya diaudit oleh BPK atau dari anggotanya.
Saran mBah Coco, untuk mengakhiri episode kedua, gonjang-ganjing kemelut di tubuh PWI Pusat, dibutuhkan pemangku-pemangku yang bijaksana, egaliter dan bermartabat, membawa organisasi wartawan Indonesia, ke depannya secara elegan dan berwibawa.
Saat ini, jika tidak mempertahankan HCB sebagai Ketua PWI Pusat, dipastikan akan meninggalkan jejak-jejak kasus yang kelam. Oleh sebab itu, semuanya saling fairplay dan respect, agar dari kasus ini, butuh manusia-manusia yang memiliki dedikasi dan pengabdian yang tanpa batas, untuk mendapatkan wartawan-wartawan tahan banting, dan nggak “mbodrex.”
mBah Coco, menggarisbawahi, bahwa dalam KLB PWI, ada dua hal penting. Bisa ada klausal, 1.Melengserkan Ketua PWI Pusat, dan juga bisa, 2. Menggantikan Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat. Njuk, piye jal?
Makanya, jangan merasa menang-meaangan atau seolah-olah sebagai jawara di organisasi. Dalam posisi saat ini, menurut mBah Coco, dari episode pertama dan kedua, Hendry Ch Bangun, memang dalam posisi bersalah, dan mengakui salah, secara administrasi kelembagaan. Tapi, ingat HCB tidak dalam kapasitas ngemplang atau nyolong duwit.
Jadi, ngapain Hendry Ch Bangun dilengserkan? Seharusnya, ya nanti bisa sebagai pelajaran, dan diingatkan dalam rapat-rapat organisasi berikutnya hingga Kongres PWI 2028, agar tidak mudah memutuskan kebijakan lewat lisan atau lewat komunikasi whatsapp. Semuanya, harus lewat catatan notulen, untuk kemudian disahkan, sebagai keputusan pleno berwiawa dan bermartabat.
Yang nyolong dan ngentit “cuan”, sudah diberhentikan, Keputusan Itu, sudah lebih dari lumayan, untuk menyongsong dan tinggal landas lembaga PWI. Bahwa, tantangan dunia kewartawanan, di jaman milenial ke-3 dan Gen Z, sekaligus melawan dunia digital, dimana salah satu lawan terberatnya, adalah berita “hoax”.
Jika salah mengantisipasi membangun kebijakan, hasilnya profesi wartawan “masuk jurang” pelan-pelan. Termasuk, jejak mBah Coco, sebagai wartawan abal-abal, semakin hilang ditelan jaman.
Bijimane?