![]() |
ilustrasi pembagian seragam sekolah gratis. |
Oleh: Iwan S Gempo
OKI — Pagi itu, Siti Khodijah (38) sibuk menyetrika seragam anaknya yang baru dibeli dari pasar. Dua pasang seragam putih-merah dan olahraga, lengkap dengan topi dan dasi, menguras tabungan kecil yang ia kumpulkan sejak dua bulan lalu.
“Katanya mau ada seragam gratis. Tapi dari awal tahun nggak ada kabar,” ucapnya lirih sambil melipat pakaian. Anak pertamanya baru masuk SD di wilayah pedalaman Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Senin.(21/07/2025)
Siti bukan satu-satunya yang bertanya-tanya. Banyak orang tua di desa-desa dan pinggiran kota masih belum melihat wujud dari program seragam sekolah gratis yang sempat ramai diperbincangkan usai Pilkada OKI 2024 lalu.
Pertanyaan kaum ibu ibu itu bukan tanpa alasan, namun karena ada janji manis di masa kampanye
Ketika Muchendi Mahzareki, SE mencalonkan diri sebagai Bupati OKI, salah satu program unggulannya yang menarik perhatian masyarakat adalah bantuan seragam gratis untuk siswa SD dan SMP.
Disampaikan berulang kali di berbagai kesempatan, janji itu terasa manis di telinga rakyat kecil. Apalagi biaya masuk sekolah sering menjadi beban utama di awal tahun ajaran.
Bahkan setelah dilantik, dalam wawancara dengan media lokal, Muchendi menegaskan bahwa “secara bertahap akan mulai program bantuan seragam sekolah.” Dukungan juga datang dari Kepala Dinas Pendidikan dan beberapa anggota DPRD OKI, yang menyebut program ini sejalan dengan semangat pelayanan publik.
Namun, realita di lapangan berkata lain. Waktu kian berlalu, seragam pun tak kunjung datang.
Kini, bulan Juli telah tiba masa penerimaan siswa baru sudah berjalan. Tapi tak satu pun dari para orang tua yang ditemui mengaku telah menerima bantuan seragam dari Pemerintah Kabupaten Bende Seguguk itu.
Salah satu guru SD di daerah Tulung Selapan, yang enggan disebut namanya, mengaku belum menerima informasi resmi soal distribusi seragam dari dinas pendidikan.
“Kami hanya dapat info awal tahun lalu bahwa akan ada bantuan. Tapi tak ada surat, tak ada teknis pelaksanaan. Akhirnya ya semua siswa beli sendiri,” ujarnya.
Dukungan Tinggi, Tapi Di Mana Aksinya. Kepala Dinas Pendidikan OKI, yang menjabat waktu itu H. Muhammad Lubis, SKM, M.Kes., pernah menyampaikan dukungan penuh terhadap program ini. Ia menyebut akan melakukan koordinasi untuk merealisasikan janji tersebut.
Tak hanya Kadis Pendidikan, beberapa anggota DPRD OKI pun ikut juga menyambut antusias rencana ini dan berharap segera terealisasi.
Namun, ketika ditanya soal kepastiannya, dan bagaimana sistem distribusinya, atau data penerimanya, informasi yang tersedia masih sangat minim.
Tanpa transparansi yang nyata, membuat publik mulai bertanya. Apakah ini hanya sekadar slogan manis di musim kampanye?
Harapan itu pun berada di tengah keraguan. Meski skeptis, masyarakat masih menaruh harapan. Bagi Siti dan ribuan orang tua lainnya di pelosok OKI, bantuan seperti ini bisa sangat berarti.
“Kalau benar ada seragam gratis, lumayan buat bantu kami yang susah. Tapi kalau cuma jadi omongan, rasanya kami seperti dipermainkan,” keluhnya.
Di tengah tekanan ekonomi, program seperti ini bukan sekadar nilai politik. Ia menyentuh urat nadi masyarakat bawah, yang setiap hari berjuang demi sesuap nasi dan biaya pendidikan anak-anak mereka.
Menimbang situasi kesulitan di masyarakat saat ini, akankah Pemkab OKI merealisasikannya, kendati menyusul ?
Saat ini sudah memasuki semester baru, masyarakat menunggu tindakan nyata. Bukan hanya pernyataan di media, tapi aksi lapangan yang bisa dirasakan langsung.
Karena di mata rakyat, seragam sekolah bukan sekadar kain dan benang, ia simbol dari hadir atau tidaknya negara di sisi mereka.
Dan hingga hari ini, janji itu masih tertinggal di spanduk dan berita. Wujudnya belum menjelma menjadi kenyataan di pundak kecil para siswa SD dan SMP di OKI.