![]() |
Anggota DPRD Kota Palembang, Andreas Okdi Priantoro, SE., Ak., SH. |
PALEMBANG.CROSCEK.com – Insiden keracunan makanan yang menimpa 13 siswa SDN 178 Palembang usai menyantap Makanan Bergizi Gratis (MBG) menyisakan trauma mendalam bagi para orang tua murid. Peristiwa ini juga menjadi sorotan tajam anggota DPRD Kota Palembang dari Fraksi PDI-P, Andreas Okdi Priantoro, SE., Ak., SH.
Menurut Andreas, kasus tersebut mencerminkan masih lemahnya sistem pengelolaan dapur MBG di SPPBG. Ia menegaskan, penanganan pangan bukanlah sekadar memasak dan menyajikan makanan kepada anak-anak, tetapi membutuhkan standar ketat agar benar-benar aman dikonsumsi.
“Dalam rantai bisnis pangan dikenal istilah HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point). Ini adalah sistem manajemen keamanan pangan yang berbasis pencegahan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya dalam setiap tahap produksi makanan. Tujuannya memastikan produk yang dihasilkan benar-benar aman bagi konsumen,” jelas Andreas.
Lebih lanjut, ia juga menyinggung pentingnya membedakan food security (ketahanan pangan) dengan food safety (keamanan pangan). Menurutnya, food security berarti setiap orang memiliki akses pada pangan yang cukup, bergizi, dan terjangkau, sementara food safety menekankan pada keamanan pangan agar terbebas dari cemaran biologis, kimia, maupun fisik yang berbahaya bagi kesehatan.
“Dalam kasus keracunan MBG, apakah pemerintah sudah mempertimbangkan isu-isu ini? Ini bukan sekadar soal niat baik negara terhadap rakyat, melainkan dampak biologis dari program MBG yang justru meninggalkan trauma bagi anak-anak dan orang tua,” tegasnya.
Sebagai solusi, Andreas meminta Pemerintah Kota Palembang segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) dapur MBG.
“Saya menyarankan agar SOP dapur MBG segera dirombak. Libatkan pihak ketiga yang berpengalaman dalam bisnis makanan dengan standar keamanan yang teruji, serta manfaatkan ilmu pengetahuan agar program ini benar-benar bermanfaat dan tidak membahayakan,” pungkasnya.