• Jelajahi

    Copyright © croscek.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Denda Kehilangan Karcis Rp50 Ribu, DPRD Palembang: Ini Pemerasan Bukan Regulasi

    Kamis, 22 Mei 2025, Mei 22, 2025 WIB Last Updated 2025-05-22T13:49:48Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Okdi Priantoro, SE Ak, SH, 

    PALEMBANG.CROSCEK.com – Praktik denda kehilangan karcis parkir yang menjamur di pusat perbelanjaan dan hotel-hotel ternama di Palembang memicu kritik tajam dari DPRD Kota Palembang. Anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Okdi Priantoro, SE Ak, SH, menyebut hal ini sebagai bentuk nyata kegagalan regulasi dan lemahnya kontrol sosial dari pemerintah kota.


    Andreas menyoroti langsung penerapan Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang dinilainya hanya menjadi formalitas tanpa kekuatan eksekusi di lapangan. Salah satu bentuk penyimpangan yang ia alami sendiri adalah saat kehilangan karcis parkir dan dipaksa membayar denda sebesar Rp50.000 hanya untuk bisa keluar dari area parkir.


    “Kejadiannya Rabu, 21 Mei sekitar pukul 14.00 di parkiran Hotel Arista. Saya kehilangan karcis dan langsung diminta bayar Rp50 ribu. Saat saya tanya dasar hukumnya, tidak ada jawaban. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini pemerasan,” tegas Andreas, Kamis (22/5).


    Fenomena ini, lanjutnya, bukan kasus tunggal. Di banyak titik parkir seperti mal, hotel, dan rumah sakit, tarif parkir tak sesuai Perda dan sering kali tidak transparan. Publik tidak tahu apakah mereka membayar pajak resmi, retribusi sah, atau justru sedang menjadi korban pungutan liar.


    “Perda mengatur jelas: Rp3.000 untuk satu jam pertama, Rp2.000 untuk jam berikutnya. Tapi yang terjadi di lapangan jauh dari itu, bahkan mengarah pada sistem liar yang dibiarkan,” ujarnya.


    Ironisnya, meski tarif di lapangan kian tinggi, pendapatan daerah dari pajak parkir stagnan di bawah Rp9 miliar per tahun. Andreas menengarai ada kebocoran sistematis yang melibatkan oknum, ditambah penggunaan sistem manual yang rawan manipulasi.


    “Ini bukan soal teknis semata. Ini soal kontrol sosial. Pemerintah tidak hadir untuk melindungi hak warga, justru membiarkan sistem ini berjalan tanpa akuntabilitas,” katanya.


    Ia mendorong Pemkot Palembang segera mengimplementasikan sistem parkir digital berbasis e-parking yang terintegrasi dengan server pajak, sekaligus menertibkan pengelola parkir yang menetapkan sanksi dan tarif seenaknya tanpa payung hukum.


    “Kalau tidak ada perbaikan sistemik, kami dari Fraksi PDI Perjuangan siap membentuk Pansus untuk menyelidiki kebocoran PAD dan dugaan kolusi dalam pengelolaan parkir ini,” tegas Andreas.


    Ia menegaskan, isu ini bukan semata soal parkir, tapi soal integritas pengelolaan keuangan daerah dan hadirnya negara dalam melindungi warga dari praktik-praktik yang merugikan publik.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini